Minggu, 03 Januari 2016



Indonesia Raya
Stanza 1
(versi resmi Pemerintah, ditetapkan dengan PP44/1958)
Indonesia Tanah Airku Tanah Tumpah Darahku
Disanalah Aku Berdiri Jadi Pandu Ibuku
Indonesia Kebangsaanku Bangsa Dan Tanah Airku
Marilah Kita Berseru Indonesia Bersatu
Hiduplah Tanahku Hiduplah Negeriku
Bangsaku Rakyatku Semuanya
Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya Merdeka Merdeka
Tanahku Negeriku yang Kucinta
Indonesia Raya Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Stanza 2
(tercakup PP 44/1958)
Indonesia Tanah Yang Mulia Tanah Kita Yang Kaya
Disanalah Aku Berdiri Untuk Slama-lamanya
Indonesia Tanah Pusaka Pusaka kita Semuanya
Marilah kita Mendoa Indonesia Bahagia
Suburlah Tanahnya Suburlah Jiwanya
Bangsanya Rakyatnya Semuanya
Sadarlah Hatinya Sadarlah Budinya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya Merdeka Merdeka
Tanahku Negeriku Ynag Kucinta
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
Stanza 3
(tidak tercakup PP44/1958)
Indonesia Tanah Yang Suci Tanah Kita Yang Sakti
Disaanalah Aku Berdiri Menjaga Ibu Sejati
Indonesia Tanah Berseri Tanah Yang Aku Sayangi
Marilah Kita Berjanji Indonesia Abadi
Slamatkan Rakyatnya Slamatkan Puteranya
Pulaunya Lautnya Semuanya
Majulah Negerinya Majulah Pandunya Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya Merdeka Merdeka
Tanahku Negeriku Yang kucinta
Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
Saya masih ingat betul ketika waktu itu guru saya secara diplomatis menerangkan maksut setiap stanza. Yang selalu saya ingat adalah kekuatan disetiap akhir bait stanza. Saat itu beliau menerangkan bahwa di balik setiap huruf bahkan setiap penggalan diakhiri tanda titik memberikan gambaran empirik akan sebuah keyakinan terhadap masa depan Indonesia. Dan mungkin itu kali pertama saya memaknai Indonesia secara utuh. Tidak dilebih-lebihkan dan terasa riil.
Dalam bait terakhir, saya menemukan kekuatan yang kata beliu itu adalah potensi ketenagaan yang dimiliki seluruh masyarakat dari dulu. Itulah yang megobarkan semangat mereka untuk merdeka.
Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya, untuk Indonesia Raya!
Sadarlah Hatinya, Sadarlah Budinya, untuk Indonesia Raya!
Majulah Negrinya, Majulah Pandunya, untuk Indonesia Raya!
www.uin-suka.ac.id

Jumat, 15 Maret 2013

makalah tentang HAK ASASI MANUSIA


                HAK ASASI MANUSIA     
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pkn
Dosen Pengampu        :  Andi Prastowo M. Pd.I



Oleh:
Badingati Istinganah
12.410.261
PAI F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang Masalah
Salah satu tuntutan yang banyak mengemuka dalam masa reformasi ialah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Tuntutan ini menghasilkan peningkatan kesadaran dan pemahaman yang lebih tinggi terhadap HAM. Kesadaran dan pemahaman yang lebih tinggi etrsebut kemudian menghasilkan berbagai hal positif, diantaranya kecenderungan untuk menyusun berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindumgan etrhadap HAM.[1]
Salah satu episode sejarah perkembangan HAM  sangat terkait dengan pemikiran-pemikiran liberal. Semua pemikiran liberal ini sangat mempengaruhi dunia barat pada akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19.Bersamaan dengan praktik revolusi inggris 1688 yang menghasilkan Bill Of Rights, terbukti bahwa memberikan dasar pemikiran bagi gelombang agitasi revolusioner yang kemudian mempengaruhi Barat, terutama Amerika Utara dan Perancis.Tommas Jefferson -yang telah mempelajari pemikiran Locke- kemudian menguntaikan kata-kata puitis pada Declaration of independence tertanggal 4 juli 1766 sebagai berikut :” We holds the thruts to be self-evindents that all men are created equal, that they are endowed by the creator with certain unalianable Rights that among these are life,liberty and persuit of  happiness.”[2]
Hak atas kebebasan memperoleh informasi publik sebagai bagian dari HAM juga berkembang sejalan dengan pemikiran- pemikiran liberal ini.[3]



B.     Rumusan Masalah

1.    Apakah pengertian HAM ?
2.    Bagaimana Perkembangan Pemikiran HAM?
3.    Apa saja bentuk-bentuk HAM?
4.    Bagaimana kaitan HAM dengan Konstitusi di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengetahui pengertian HAM
2.    Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran HAM
3.    Untuk mengetahui bentuk-bentuk HAM
4.    Untuk mengetahui kaitan HAM dengan Konstitusi di Indonesia












BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HAM
1.      Pengertian Hak
          Hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan dan martabatnya. Hak merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Dalam kaitan dengan pemerolehan hak, paling tidak ada 2 teori yaitu teori  Mc Cloesky dan teori Joel Feinberg.[4] Dalam teori Mc. Cloesky dinyatakan bahwa pemberian hak untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati sudah dilakukan.sedangkan dalam teori Joel Freinberg dinyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan penuh dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan kewajiban). Oleh karena itu seseorang menuntut hak, juga harus melaksanakan kewajiban.[5]
2.      Pengertian HAM
          HAM di Barat dikenal dengan istilah Human Rights. Sementara HAM dalam Islam dikenal dengan istilah Huquq Al Insan Ad-Dhoruriyah dan Huquq Allah.
          Menurut pendapat Jan Matterson(dari komisi HAM PBB) menegaskan bahwa “Human Rightscoul be generally as those Right which are inherent in Our nature and without which can not live as human being.”, “Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidupsebagai manusia.
          Sedangkan pengertian HAM secara umum, adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu Anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu,masyarakat atau negara.
          Pengertian HAM yang kedua yaitu hak yang diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya didalam kehidupan dimasyarakat (Tilaar 2001)
          Sedangkan menurut UU Nomor 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan hakat dan martabat manusia.[6]
          HAM adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
          Sedangkan substansi HAM pada hakekatnya terdiri dari 2 hak dasar yang fundamental, yakni hak persamaan dan hak kebebasan.[7]
          Hak persamaan adalah hak-hak manusia yang paling dasar yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Pengakuan hak-hak ini berarti pengakuan terhadap persamaan terhadap semua golongan.[8]
          Selain hak-hak persamaan diatas dikehendaki pula adanya kebebasan-kebebasan.  Karena kebebasan merupakan hak dasar hidup setiap orang dan merupakan pengakuan seseorang atau kelompok atas persamaan dan kemuliaan harkat kemanusiaan orang lain. Kebebasan makin dibutuhkan oleh setiap orang yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang terdiri dari golongan yang beraneka ragam baik dari segi etnis, kultur,agama, keyakinan maupun ekonomi. Bila kebebasan dibelenggu maka yang terjadi adalah penindasan antarasatu golongan terhadap golongan lain.[9]
          HAM bersifat Universal karena diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras/jenis kelamin, HAM juga bersifat Supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau UUD, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kekuasaan lebih tinggi karena berasal dari Tuhan. UU No.39 tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
          Konsep HAM seringkali disebut sebagai hasil sejarah yang besar dari kemenangan rakyat atas pemerintahan aristokratik yang dekaden, sebagaimana didokumentasikan dalam Declaration De I’Home  et du Citoyen yang lahir pada Revolusi Perancis 1789 ataupun sebagai hasil kemenangan revolusi borjuis Amerika Serikat pada tahun 1766. Itu sebabnya banyak pendapat mengatakan bahwa HAM adalah salah satu penemuan terindah dari borjuis revolusioner muda dan merupakan slogan dalam perjuangan borjuis progresif melawan rezim-rezim feodal yang telah rapuh.[10]
          Kelahiran HAM benar-benar disambut penuh harap sebagai katalis paling kuat dan kreatif bagi harapan-harapan sosial dari rakyat yang selama ratusan tahun berada dalam tekanan rezim-rezim otoritarian lama di Eropa, dan merupakan simbol kokoh bagi aspirasi-aspirasi politik, moral,ekonomi dan sosial bagi masyarakat di banyak negara.[11]
Ciri pokok HAM[12]:
a.       HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis.
b.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, Ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bamgsanya.
c.       HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi hak orang lain.
            Dari berbagai penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak-hak yang dimiliki mansia sejak ia dalam kandungan yang merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Jadi HAM bersifat mutlak dimilki manusia sejak ia belum dilahirkan.

B.     PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
Perkembangan pemikiran HAM dibagi menjadi 4 generasi :[13]
1.      Generasi Pertama
Pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik, fokus pemikiran HAM pada geerasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi Perang Dunia II, totaliterisme dan keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru.
2.      Generasi kedua
Pemikiran HAM tidak hanya menuntut hak-hak Yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, sosial dan budaya.
3.      Generasi ketiga
Keadilan dan Pemenuhan hak asasi haruslah dimulai sejak mulainya pembangunan itu selesai. Agaknya pepatah kuno “Justice delayed, Justice deny” tetap berlaku untuk kita semua.
4.      Generasi keempat
Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan Deklarasi HAM yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Goverment, Deklarasi ini lebih maju dari rumusan Generasi ketiga karena tidak hanhya mencakup tuntunan struktural tetapi juga berpihak pada terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan.
Tidak hanya masalah hak asasi, Deklarasi HAM Asia ini juga berbicara tentang masalah kewajiban asasi yang harus dilakukan o,leh setiap Negara. Secara positif deklarasi ini mengukuhkan keharusan imperative setiap Negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Dalam kerangka ini, pelaksanaan dan penghoramatan atas hak asasi manusia bukan saja urusan orang perorangan, tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab Negara. Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM adalah[14]:
Ø  Pembangunan berdikari (self development)
Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebasakan rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada rakyat sumber-sumber daya social-ekonomi.


Ø  Perdamaian
Yaitu upaya untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan segala bentuk tindakan yang merupakan tugas semua pihak baik rakyat, Negara, regional maupun dunia internasional
Ø  Partisipasi rakyat
Merupakan persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan public lainnya.
Ø  Hak-hak budaya
Di beberapa masyarakat menunjukkan tidak dihormatinya hak-hak budaya sangat terasa. Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh Negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya karena mengarah kepada penghapusan kemajemukan budaya (multikulturalisme) yang menjadi identitas kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa.
Ø  Hak keadilan social
Keadilan social tidak saja berhenti dengan menaiknya pendapatan perkapita, tetapi justru baru berhenti pada saat tatanan social yang tidak adil dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan social yang berkeadilan.
                  Dari beberapa uraian diatas dapat diketahui bahwa perkembangan pemikiran HAM tidak secara langsung timbul menjadi sempurna melainkan melalui beberapa tahap dan berbagai generasi, yakni dimulai dari generasi pertama yang berfokus pada bidang hukum dan politik, hingga generasi keempat yang  mencakup tuntunan struktural tetapi juga berpihak pada terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan.kemudian beberapa masalah yang terkait dengan masalah HAM, seperti contoh diatas yakni Pembangunan berdikari, Perdamaian, Partisipasi rakyat, Hak-hak budaya, dan Hak-hak keadilan sosial.

C.    BENTUK-BENTUK HAM[15]
1.       Hak Asasi Pribadi atau Personal Right
§  Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat.
§  Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
§  Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
§  Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan. agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2.       Hak Asasi Politik atau Political Right
§  Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
§  Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
§  Hak membuat dan mendirikan parpol atau partai politik dan organisasi politik lainnya.
§  Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
3.      Hak Asasi Hukum atau Legal Equality Right
§  Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
§  Hak untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PNS.
§   Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.
4.      Hak Asasi Ekonomi atau Property Right
§  Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
§ Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
§ Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-
  piutang, dll.
§ Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
§ Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5.        Hak Asasi Peradilan atau Procedural Right
§ Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
§ Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan,
§ Penangkapan, penahanan, dan penyelidikan di mata hokum
6.        Hak Asasi Sosial Budaya atau Social Culture Right
§  Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
§  Hak mendapatkan pengajaran.
§  Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan
     minat.

D.    HAM DALAM KONSTITUSI
                Pengaturan hak atas kebebasan memperoleh informasi publik sebagai hak dasar (hak dasar ) sudah sepatutnya dijamin dalam ketentuan konstitusi atau undang-undang dasar. Konstitusi merupakan fondasi dimana hal-hal mendasar harus diletakkan dan diatur termasuk didalamnya hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan hal niscaya yang menyebabkan martabat manusia termuliakan.[16]
                Secara teoritik konstitusi sendiri memiliki makna penting. Di dalam konstitusi tercermin tujuan bernegara beserta prinsip-prinsip yang harus diadopsi guna membatasi penyelenggaraan negara dari praktik otoriterisme. Dengan begitu perumusan konstitussi senantiasa diletakkan dalam semangat demokrasi sehingga mampu merefleksikan apa yang dinamakan jiwa bangsa (the National Soul) atau aspirasi otentik bangsa (the Genuine Aspiration of Nation wide)[17]
                Umumnya semua negara mempunyai konstitusi. Konstitusi terpilah, ada yang tertulis, ada yang tidak tertulis. Konstitusi tertulis disebut Undang- undang dasar. Tertulis artinya terkodifikasi dalam satu dokumen. Tidak tertulis berarti tersebar dalam pelbagai aturan, tidak terdokumentasi dalam satu dokumen atau naskah.[18]
                Dalam konteks sejarah konstitusi di Indonesia, baik UUD 1945 Praperubahan, Konstitusi Republik Indonesia Serikat(RIS) 1949 dan UUD Sementara 1950 tidak menegaskan adanya jaminan terhadap hak atas kebebasan informasi publik, dugaan penulis mengapa UUD 1945 praperubahan tidak mencantumkan hak atas kebebasan iformasi publik adalah karena trminologi HAM sendiri masih kontroversi pada saat UUD praperubahan dibentuk.[19]
                Hal tersebut dapat dilacak dari risalah-risalah rapat pembentukan UUD 1945. Pada saat rapat pleno pembahasan rancangan UUD pada tanggal 15 juli 1945 secara berturut-turut Soekarno dan Soepomo menyampaikan hasil laporan. Khusus tentang tentang keberadaan HAM dalam rancangan UUD terjadi perdebatan antara Soekarno dan Soepomo disatu pihak dan Hatta dan Yamin dipihak lain. Pihak pertama menolak memasukkan HAM, terutama yang individual kedalam UUD. Alasannya bagi mereka, Indonesia harus dibangun sebagai negara Kekeluargaan.berbeda dengan pihak kedua, menghendaki agar UUD itu memuat masakah-masalah HAM secara eksplisit.[20]
                Dalam buku lain juga disebutkan bahwa perjuangan memasukkan jaminan hak-hak sipil atau hak-hak warganegara dalam hukum sangat sukar dilakukan, dan ini sudah kelihatan semenjak masa awal pembentukan UUD 1945 ketika terjadi perdebatan antara Muh Yamin dan Hatta Vs Soekarno dan Soepomo. Karena Soepomo menegaskan bahwa “HAM tidak membutuhkan jaminan Grund-und Freihetscrehtce dari individu Contra Staat. Oleh karena itu individu tidak lain ialah bagian organik dari staat yang menyelenggarakan kemuliaan staat. Inti pandangan Soepomo adalah bahwa susunan masyarakat bersifat integral dimana anggota-anggota dan bagian-bagiannya merupakan persatuan masyarakat yang organis, persatuan masyarakat yang tidak mementingkan perseorangan dan mengatasi semua golongan, persatuan hidup berdasarkan kekeluagaan.
                Akhirnya pada tanggal 16 juli 1945, perdebatan dalam BPUPKI ini menghasilkan kompromi sehingga diterimanya beberapa ketentuan UUD berkenaan dengan hak-hak asasi manusia secara terbatas, kemudain UUD 1945 pun disahkan pada tanggal 18 agustus 1945.
                Berbeda dengan Konstitusi RIS 1949 dan UUD S 1950 yang pernah berlaku sekitar 10 tahun (1949-1950) yang memuat lebih lengkap pasal-pasal HAM dibandingka dengan UUD 1945 (praperubahan). Kedua UUD tersebut mendasarkan ketentuan- ketentuan HAM-nya pada Deklarasi umum tentang HAM PBB yang mulai berlaku pada tanggal 10 desember 1948. Meski demikian, baik di kostitusi RIS 1949 dan UUD S 1950, jaminan hak atas kebebasan memperoleh informasi publik tidak dicantunkan didalam ketentuan pasal-pasal konstitusi tersebut.
Pengaturan HAM di Indonesia terdapat dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai standar hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu juga dalam Tap MPR Nomor XVII Tahun 1998. Produk perundangan di bawahnya yaitu undang-undang yang khusus mengatur tentang HAM, antara lain[21]:
1.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
2.      Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Ratifikasi Konvensi Anti penyiksaan atau Penghukuman yang kejam, Tidak Manusiawi, dan Merenadahkan Martabat.
3.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.
4.      Undang-Undang Nomor 9 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
5.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Hubungan Perburuhan.
6.      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 105 terhadap Penghapusan Pekerja secara Paksa.
7.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138  tentang Usia Minimum bagi Pekerja.
8.      Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO nomor 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan.
9.      Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan Undan-Undang Nomor 11 Tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi.
10.  Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi.
11.  Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang HAM.
12.  UNdang-Undang Nomor 40 tentang Pers.
13.  Undang-Undang Nomor 26 tentang 2000 tentang Pengadilan HAM.

                Dari uraian diatas dapa kita ketahui bahwa pengaturan HAM di Indonesia terdapat dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai standar hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu juga dalam Tap MPR Nomor XVII Tahun 1998.


BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
                            Pengertian HAM secara umum, adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu Anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu,masyarakat atau negara. Sedangkan menurut UU Nomor 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
                            Perkembangan pemikiran HAM dibagi menjadi 4 generasi :Generasi Pertama ,Kemudian Generasi kedua selanjutnya Generasi ketiga yakni Generasi keempat
                Bentuk-bentuk HAM diantaranya   Hak Asasi Pribadi atau Personal Right,Hak Asasi Politik atau Political Right, Hak Asasi Hukum atau Legal Equality Right,Hak Asasi Ekonomi atau Property Right,Hak Asasi Peradilan atau Procedural Right,Hak Asasi Sosial Budaya atau Social Culture Right.
                Pengaturan HAM di Indonesia terdapat dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai standar hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu juga dalam Tap MPR Nomor XVII Tahun 1998. Produk perundangan di bawahnya yaitu undang-undang yang khusus mengatur tentang HAM
               

Daftar Pustaka

Bosco, Rafael Edy, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan : Seberapa jauh?
                 Jakarta: Kanisius ,2010.
Herdiawanto, Heri & Jumanta Handrayana, Cerdas, Aktif dan Kritis Berwarga-
negara :Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Erlangga, 2010
Kresna, Aryaning Arya. Etika dan Tertib Hidup Berwarga Negara. Jakarta:
               Salemba Humanika. 2010.
Makhrus dkk. Pancasila dan Kewarganegaraan Jogjakarta: POKJA akademik UIN
                 Sunan Kalijaga, 2005
Mihradi R Muhammad, Kebebasan Reformasi Publik  Versus Rahasia Negara,
                 Bogor, :Ghalia Indonesia,2011
Sobirin marlian, Suparman Marzuki, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak
Asasi Manusia Jogjakarta:UII Press, 2003.

Ubaedillah A. dkk. Demokrasi,HAM dan Masyarakat Madani,Jakarta: Pernada
                 Media, 2003.

                



1.R. Mihradi Muhammad, Kebebasan Reformasi Publik  Versus Rahasia Negara (Bogor, Ghalia Indonesia,2011) hal. v
[2] Ibid hal v
[3] Ibid hal vi
[4] James W. Nickel dalam  A. Ubaidillah dn Abdul Rozak, Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media Group) hal.110
[5]  A. Ubaidillah dn Abdul Rozak, Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media Group) hal.110.
[6] A. Ubaidillah dan Abdul Rozak, Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media Group) hal.110.
[7] Makhrus dkk, Pancasila dan kewarganegaraan (Jogjakarta, POKJA Akademik  UIN Sunan Kalijaga, 2005) hal 151
[8] Makhrus dkk, Pancasila dan kewarganegaraan (Jogjakarta, POKJA Akademik  UIN Sunan Kalijaga, 2005) hal 152           
[9] Ibid hal. 153
[10]Sobirin marlian, Suparman Marzuki, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia (jogjakarta, UII Press, 2003) hal 177
[11]  Sobirin marlian, Suparman Marzuki, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia (jogjakarta, UII Press, 2003) hal 177
[12] Aryaning Arya Kersa dkk., Etika dan Tertib Hidup Berwarga Negara, (Jakarta: Salemba Humanika) hal. 163. 
[13] A. Ubaidillah dan Abdul Rozak, Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media Group) hal.114
[14] Dede Rosyada dkk., “Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani” (Jakarta: Prenada Media Group), hal.206.

[16] .R. Mihradi Muhammad, Kebebasan Reformasi Publik  Versus Rahasia Negara (Bogor, Ghalia Indonesia,2011) hal. 49
[17] Ibid hal. 49
[18] Ibid hal. 49
[19] Ibid hal. 53-54
[20] Ibid hal.54
[21]  Dede Rosyada dkk., “Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani” (Jakarta: Prenada Media Group), hal. 214-216.